Sabtu, 02 Februari 2013

Penyelamatan dan Rehabilitasi*

Workshop Muka Geni #1
(Cikananga, 15-16 Januari 2013)

 
Bila berbicara tentang penyelamatan dan rehabilitasi satwaliar maka setidaknya ada dua lembaga konservasi yang menurut Permenhut P.53/2006 memiliki tanggung jawab dalam hal tersebut. Lembaga yang dimaksud ialah Pusat Penyelamatan Satwa dan Pusat Rehabilitasi Satwa. Setidaknya ada dua hal pembeda antara kedua bentuk lembaga tersebut. Perbedaannya ialah:

PPS
PRS
1.        Melakukan perawatan/pemeliharaan, dan penyelamatan berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna (CITES)
2.                  Melakukan perawatan/pemeliharaan, berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna (CITES) dalam rangka mengadaptasi satwa untuk dikembalikan kehabitatnya;
3.        Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar
4.                  Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya  3 (tiga) hektar

Meskipun terdapat perbedaan dalam hal fungsi dan tujuan terbentuknya kedua lembaga tersebut, namun pada kenyataannya saat ini kedua lembaga tersebut sama- sama bertugas untuk melakukan perawatan/pemeliharaan satwa hasil sitaan, mengadaptasikannya/meliarkan kembali satwa yang bersangkutan dan mengembalikannya ke habitat aslinya. Hal ini terjadi karena kondisi perdagangan satwaliar illegal yang semakin marak dan memerlukan tindakan lebih lanjut terhadap satwa-satwa hasil sitaan yang diperoleh dari perdagangan illegal ataupun sitaan dari masyarakat.

Berikut sejarah singkat tentang perkembangan PPS dan PRS di Indonesia:

1.                  Sebelum tahun 2000,  kegiatan penyelamatan dan rehabilitasi dilakukan oleh PHKA dan LSM internasional, lebih terkonsentrasi pada jenis satwa tertentu (contoh ; program pelestarian jalak bali)
2.                  Sejak tahun 2000, kampanye perlindungan satwa liar mulai  marak dan banyak kegiatan penyitaan satwa liar dilindungi;
3.                  Lokakarya Hotel Salak pada  Juni 2000, menjawab tantangan akan kebutuhan fasilitas pengelolaan satwa hasil sitaan;
4.                  Pembangunan dan pengelolaan program PPS  oleh lembaga lokal/nasional dan BKSDA sangat aktif tahun 2000-2006 setelah ada kesepakatan kerjasama antara PHKA dan The Gibbon Found dan LSM lokal;
5.                  Hasil : Program yang sangat aktif, ribuan satwa diselamatkan dari peredaran/perdagangan ilegal, kampanye intensif, dll, penurunan  jumlah satwa di perdagangan di pasar2 satwa, terbentuknya jaringan PPS;
6.                  Permenhut P. 53/2006 tentang bentuk lembaga Konservasi untuk mengatur dan memasukkan PPS dan PRS kedalam klasifikasi bentuk lembaga konservasi.
Terkait dengan kegiatan penyelamatan dan rehabilitasi satwa, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Contoh kasus pada primate jawa, terdapat empat tantangan yang harus dihadapi. Tantangan yang dimaksud antara lain: (1) Penangkapan Owa jawa dan lutung jawa tinggi; (2) Perdagangan Owa dan lutung meningkat; (3) Pemeliharaan owa jawa dan lutung jawa meningkat; (4) Perambahan habitat meningkat.


 
Salah satu lembaga yang bergerak dibidang rehabiltasi khususnya untuk primate jawa ialah The Aspinall Foundation dengan programnya yang bernama “Javan Primates Project”. Secara garis besar program yang dilaksanakan antara lain:
1.        Obyek: fokus pada primata endemik pulau Jawa (Owa jawa, Lutung jawa, Surili );
2.        Penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran;
3.        Kegiatan monitoring populasi alami di kawasan prioritas;
4.        Pemberdayaan dan penyadartahuan
5.        Pengelolaan bersama kawasan pelepasliaran;
6.        Berjejaring dengan lembaga pemerintah lokal, nasional dan lembaga non-pemerintah lokal, nasional dan internasional.
Pada tahun 2013 ini The Aspinall Foundation berencana untuk:
1.        Melanjutkan dukungan untuk upaya penegakan hukum (penyitaan primata jawa yang di pelihara ilegal);
2.        Pelepasliaran primata Jawa di Jabar dan Jatim;
3.        Pembentukan tim Patroli Unit untuk pengamanan dan monitoring kawasan pelepasliaran di Jawa Barat dan Jawa Timur (tim gabungan dari BKSDA, Aspinall Foundation, masyarakat sekitar kawasan)
4.        Inisiasi Model pengelolaan kawasan lindung bersama para pihak;
5.        Penyadartahuan dan Pemberdayaan masyarakat sekitar proyek.
Ketika saat ini kegiatan penyelamatan dan rehabilitasi dilakukan sebagai upaya penanggulangan satwa-satwa hasil sitaan, maka akan timbul pertanyaan, seberapa besar satwa yang diselamatkan dan direhabilitasi tersebut berhasil untuk direintroduksi dan mampu bertahan hidup (berhasil)???. Salah satu lembaga yang juga melakukan kegiatan tersebut ialah  International Animal Rescue (IAR). Lembaga ini melakukan kegiatan penyelamatan, rehabilitasi dan reintroduksi terhadap kukang. Salah satu anggota IAR Richard S Moore dalam presentasinya mengatakan bahwa mahal, tidak mudah dan membutuhkan waktu serta tenaga yang banyak untuk melakukan serangkaian kegiatan panjang hingga kukang bisa dinyatakan siap realese.
Menurut pemaparannya, tingkat keberhasilan realease yang dilakukan oleh IAR terhadap kukang yang mereka rescue dan rehabilitasi hanya mencapai 50%. Hanya separuh dari kukang yang mereka realese mampu bertahan hidup, sedangkan sisanya mati dengan berbagai sebab kematian antara lain karena klebsiella pneumonia, septicaemia, electrocution, dimakan ular, serta sebab – sebab lain yang tidak diketahui. “Hal ini menjadi pelajaran berharga untuk kegiatan realese selanjutnya, dan yang terpenting ialah menulis hasil serta menyebarkan hasil kegiatan yang mereka lakukan secara nyata” ujarnya.
Maka yang perlu dilakukan ialah harus memastikan ancaman penyebab satwa berkurang di alam tidak ada lagi, harus membuat projek yang holistic, harus mengikuti prosedur IUCN, mencoba identifikasi faktor sukses dan kegagalan, kerjasama yayasan lain, kerjasama permerintah dan authoritas lokal, serta pendidikan masyarakat. Selama  perlindungan habitat belum bisa efektif dan perdagangan belum bisa dihentikan, maka rehabilitasi dan pelepasan satwa bisa digunakan untuk menambah usaha kelestarian.

 
 
Oleh: 
Romi Prasetyo

0 comments:

Posting Komentar

Copyright © HIMAKOVA | Designed With By Blogger Templates
Scroll To Top